Kamis, 02 Juli 2020 0 komentar

Ibu Tunggal Dari Butta Toa Dan Kelima Anak Hafidznya

Sosok ibu tangguh bernama Irma. Ibu tunggal yang kini berusia 49 tahun. Di usianya yang tak muda lagi Irma harus tetap kuat bekerja untuk menghidupi 5 orang anaknya. Tinggal di rumah kontrakan kecil sederhana di lingkungan Borong raukang Kelurahan Samata Kabupaten Gowa. 

Beliau bercerita kepada tim IZI dengan canda tawanya yang hangat, selalu mengucap syukur atas apa yang telah beliau dapatkan sejauh ini. Kisah pejuangan hidupnya bermula kurang lebih 9 tahun yang lalu saat suami beliau yang pergi bekerja, bak disambar petir disiang hari, tiba-tiba saja suami beliau pulang dalam keadaan tidak bernyawa, hanya tubuh yang sudah kaku yang dapat di lihat Irma saat itu, menurut masyarakat sekitar suami belau mengalami "sabun tindro" dalam istilah medis dikenal sebagai penyakit jantung,

Tidak ada peninggalan apapun dari mendiang suaminya, tak memiliki pekerjaan dan anak-anak yang masih kecil saat itu membuat Irma semakin sedih dan bingung untuk bisa tetap bertahan hidup. Melihat kelima anaknya membuat Irma bangkit beliau bertekad untuk membesarkan anak-anaknya meski seorang diri.

Irma telah melakoni berbagai macam pekerjaan iya tak pernah memilih-milih, selagi dia mampu untuk mengerjakannya, agar dapat menyambung kehidupannya beserta kelima anaknya. Mulai dari bekerja sebagai tukang cuci hingga memulung sampah, Irmapun pernah membawa jualan milik orang lain sambil membawa ketiga anaknya menyusuri kampung demi kampung agar dapat menyambung kehidupan.

Tak banyak yang dapat Irma kumpulkan dalam sebulan, paling banyak hanya berkisar Rp.300
000, dari sanalah Irma menghidupi kelima anaknya, kadang hanya dibantu oleh tetangga saat Irma kehabisan beras untuk dimasak. Dengan susah payahnya Irma membesarkan anak-anaknya, hingga bisa memasukkan anak-anaknya ke salah satu pondok pesantren sehingga anak-anaknya tersebut bisa menjadi Hafidz Qur'an.

"Kalau mau dibilang sedih, sedih sekali saya mwmbesarkan anak-anak. Harus banting tulang saat suami meninggal dan anak yang terakhir masih berusia 1 tahun. Namun saya bertekad untuk bisa menyekolahkan anak-anak. Alhamdulillah yang pertama dan kedua sudah khatam 30 juz hapalannya. Saya yakin Allah itu ada dan adil sm hambanya." Terang Irma dengan mata berkaca-kaca dan suara gemetar.

Dengan segala keterbatasan yang dimiliki Irma pendidikan Al-Quran yang bs Irma banggakan dengan kelima anak hafidznya. Irma yakin Allah beri kekuatan disetiap kesusahan yang beliau lalui.
0 komentar

NENEK PEJUANG DITENGAH PERADABAN

Rohani seorang janda berusia 79 tahun, yang tinggal di gubuk kecilnya diatas pesisir pantai mangara bombang. Sehari-hari berprofesi sebagai guru mengaji, beralaskan papan beliau membut meja mengaji yang di sanggah dengan paving block.

Tak banyak yang beliau dapatkan dari mengajar anak-anak sekitar, hanya Rp.1000 perorang yang jumlahnyapun tak menentu kadang hanya Rp.10.000- 15.000 bahkan kadang hanya mendapatkan Rp.5000 perhari. 

Tinggal dipesisir pantai membuat nenek Rohani harus membeli air untuk kebutuhan makan cuci dan kakus setiap harinya. Rumah yang reot berdindingkan seng beralaskan papan yang tak berplafon itulah yang menjadi istananya. Ketika musim kemarau dinding dan atap tak mampu melindungi dr sengatan matahari, saat musim hujanpun tak mampu membawa ketenangan sebab atap yang bocor membuat banyak tetesan air yg masuk kedalam rumah.
0 komentar

IBU TANGGUH

Yessi (34th) adalah seorang ibu tunggal selama delapan tahun, beliau berprofesi sebagai perias selama berada di kota Gorontalo. Suaminya meninggal dengan diagnosa kanker kelenjar getah bening st 4 pada saat anaknya berusia dua tahun. Ternyata ujian itu belumlah cukup, Yessy kembali di uji dengan sakit. Tepat November 2017 Yessy mengalami pembengkakan hebat di area mata, nanah dan darah mengalir bak air mata karena sakit itulah akhirnya Yessy tidak dapat bekerja lagi sebagai perias.

Selama satu tahun sakit itu dibiarkan hingga akhirnya, September 2018 Yessy di rujuk ke RS. Wahidin Makassar dengan diagnosa awal "infeksi saluran air mata". Awalnya ibu Yessi menolak untuk berangkat ke Makassar karena beliau tidak punya cukup uang untuk kebutuhan sehari-hari selama pengobatan, untuk tiket keberangkatan saja hanyalah bantuan dari teman-teman Yessy.

Putus asa dan pasrah adalah gejolak saat itu yang di rasakan oleh ibu Yessi. Dengan modal nekat dan tekad untuk sembuh akhirnya Yessy memberanikan diri berangkat bersama adiknya ke Makassar. Yessy dan adiknya sempat tidur di pelataran RS. Wahidin karena sama sekali tidak tempat tinggal, dan pada akhirnya ada seorang pasien memberikan salah satu nomor pengurus RSP IZI SULSEL. Dengan penuh harapan akhirnya ibu Yessi menghubungi nomor itu.
Rasa syukur yang sangat dalam beliau panjatkan ke Allah Swt karena akhirnya beliau menemukan tempat tinggal.

14 november 2018 beliau menjalani operasi pembuatan saluran air mata baru (Dacryocystomy). Setelah operasi beliau pulang ke Gorontalo dengan membawa silikon tub yg tergantung di mata selama lima bulan. Pada April 2019 Yessy kembali untuk melepas silikon tersebut. Harapan besar untuk sembuh terpaksa harus pupus karena operasi yang beliau jalani tersebut gagal. Jalur air mata yg di buat saat itu tidak berhasil. Belum cukup sampai disitu, ternyata ada penyakit lain yang di temukan dalam tubuhnya "Kista Payudara".  Yessy sempat menjalani operasi sebanyak 2 kali pada payudara kanan namun operasi itu tidak berhasil, diagnosanya naik menjadi "kanker saluran ASI", betapa hancur ibu Yessi saat mengetahui semua itu. Disisi lain beliau harus menjalani operasi ke 2 untuk mata dan operasi  ke 3 untuk kanker payudaranya.

Kini Yessy takpunya cukup keberanian untuk menjalani operasinya kembali,trauma mendalam dirasakannya saat menjalani operasi pembuatan saluran air mata, saat itu Yessy harus menjalani perawatan di ICU dengan kondisi darah yg keluar dari mulut hidung dan telinganya. Disisi lain tak ada sanak saudara yang dapat menemaninya sebab sang ibupun tengah menjalani terapi cuci darah. Yessy memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya menghabiskan sisa waktu yang dimilikinya bersama anak dan sanak saudaranya
0 komentar

PERJUANGAN PERJALANAN INI

Sarwanto merupakan seorang petani asal kota palu, diusianya yang tidak muda lagi beliau harus berjuang menghadapi ujian terberat selama hidupnya. Sejak di diagnosa kanker rectum september 2019 lalu beliau tidak dapat lagi menjalani kesehariannya sebagai seorang petani. 
Akibat kanker yang dideritanya beliau harus menjalani operasi pembuatan saluran bab yg baru (colostomy).Sarwanto kini tak dapat lagi memenuhi kebutuhan sehari- hari keluarga, bahkan sang anak harus putus sekolah karna tak ada lagi biaya.

Hari- hari berat dilalui keluarga pak sarwanto dengan kesedihan dan ketakutan dengan kondisi yang kian hari kian memburuk. Hatinya hancur melihat kondisi dirinya yang hanya bisa berbaring diatas ranjang.
Akhirnya pak sarwanto di rujuk ke rs wahidin di Makassar, mendengar itu kamiatun istri pak sarwanto menangis dengan perasaan campur aduk yang tak bisa diuangkapkannya, kamiatun istri dari pak sarwanto menangis sedih karna tak punya biaya untuk ke makassar, jangankan biaya bahkan sanak saudarapun tak ada di kota Makassar.

"Hanya bisa berdoa diberikan jalan keluar oleh Allah" uangkap ibu kamiatun. Bagai mendapat harta karun, haru yang dirasakan keluarga sarwanto saat tim IZI memberikan bantuan biaya berupa tiket dan tempat tinggal untuk mereka. Sarwanto ditemani istri dan anaknya berangkat menuju Makassar.

Alhamdulillah setelah operasi yg ke 4 kali sarwanto mulai membaik saluran pembungan yg dulu berujung pada sebuah kantong kotoran kini telah kembali normal. Kini sarwanto masih harus berjuang melawan kanker dengan kemotheraphy.
Anda ingin membuat sms gratis seperti ini Klik di sini
 
;